Halaman

Melintas Batas Kombay-Korowai


Papua,….. Selain keindahan dan kekayaan alamnya yang menakjubkan dan masih asli, kehidupan suku-suku di Papua pun sangatlah menarik. Ada ratusan suku yang mendiami tanah papua, Salah satunya adalah Suku Korowai yang mendiami bagian utara kabupaten Boven Digoel distrik Yaniruma.

Suku korowai termasuk suku kanibal, walau sebenarnya makanan utama mereka adalah sagu. Sejak ratusan yang lalu mereka melakukan kanibalisme terhadap suku-suku lain yang mencoba menggangu ketenteraman sukunya, Tetapi di zaman sekarang ini sudah tidak ditemukan lagi kanibalisme di suku korowai, mereka sudah lebih maju. Mereka sudah tinggal di rumah-rumah yang dibuatkan oleh pemerintah, sudah mengenal pakaian dan kehidupan social lainnya. Tetapi walau demikian, masih banyak juga dari masyarakat Korowai yang tinggal di rumah pohon jauh didalam hutan. Masyarakat korowai tidak memakai koteka, kaum lelaki suku ini memasuk paksakan penis mereka ke dalam kantong jakar (scrotum) dan pada ujungnya mereka balut ketat dengan sejenis daun. Sementara kaum perempuan hanya memakai rok pendek terbuat dari daun sagu yang biasa disebut dengan cawat. Mereka juga masih memegang teguh terhadap peraturan adat istiadat mereka, seperti upacara-upacara adapt dalam menyambut musim panen sagu atau biasa disebut sebagai pesta sagu selama beberapa hari. Atau upacara pernikahan dan kelahiran.

Rumah Pohon Suku Korowai sangatlah unik. Mereka membangun rumah di atas pohon supaya tidak terganggu dari serangan binatang buas. Bahan yang digunakan untuk membuat rumah pohon tersebut, berasal dari rawa dan hutan di sekitar mereka. Seperti kayu, rotan, akar, dan ranting pohon. Sungguh suatu keajaiban dunia. Bahan-bahan yang sederhana tersebut dapat dibentuk menjadi sebuah rumah yang kokoh dan indah di pohon dengan ketinggian 15 hingga 50 meter.
Suku Korowai hanya turun dari rumah untuk mencari makanan, seperti buah-buahan dan daging. Uniknya, mereka berburu hanya jika sedang lapar. Selain itu, mereka juga tidak pernah menebang sembarang pohon. Mereka menebang pohon hanya untuk keperluan secukupnya. Maka tidak heran, jika sudah sejak ratusan tahun Suku Korowai menetap di hutan Papua, namun hutannya masih lebat dan terjaga kelestarian flora dan faunanya.
Jika ingin berkunjung ke rumah pohon Suku Korowai, maka kita  harus menelusuri lebat dan liarnya hutan Papua yang masih perawan.
Akses untuk menuju daerah korowai pun cukup sulit, pertama dari Merauke atau tanah Merah bisa sewa pesawat terbang perintis hingga Yaniruma, dan harganya pun cukup lumayan besar hingga puluhan juta, itu pun belum termasuk bayar jasa pengantar.
Kedua, dari tanah Merah atau Merauke bisa mengikuti jalur sungai Mappi menggunakan kapal hingga Yaniruma, tetapi jika air sedang surut cuma sampai kampung Senggo kabupaten Mappi dilanjutkan dengan menggunakan ketingting (perahu panjang kecil dengan mesin 9 pk) hingga Yaniruma. Perjalanan bisa memakan waktu ± 1 minggu.
Sungai Digoel (salah satu alternatif menuju Kombay dan Korowai
 Ketiga, dari tanah merah menggunakan speed boat hingga Kharuwage selama 2 hari, lalu dilanjutkan berjalan kaki selama ±2 -3 hari melewati wilayah Kombay yang berbatasan langsung dengan wilayah Korowai menuju Dsitrik Yaniruma. Atau Bisa juga dengan berjalan kaki dari distrik Bomakia selama 5 hari.
Yang manapun pilihannya, semua ada nilainya….
Untuk bisa melihat bagaimana kehidupan masyarakat Korowai yang masih asli dan primitif, dari Kota Distrik Yaniruma masih harus berjalan kaki lagi 2-3 hari menuju kampung-kampung tersebut seperti Yafufla atau Sinimburu melewati hutan tropis yang liar dan rawa sagu dan rawa kuning papua… (sebuah perjalanan yang cukup melelahkan dan butuh kesabaran yang tinggi). Sebenarnya untuk bisa mencapai Yaniruma saja sudah merupakan perjuangan yang cukup berat.
Berjalan kaki melewati hutan tropis yang masih alami dan liar dengan Pepohonan-pepohonan yang besar dan mempunyai tinggi puluhan meter, terik matahari yang menyengat, serta udara yang sejuk, belum lagi harus melewati hutan rawa kuning yang dipenuhi dengan tumbuhan kantung semar, atau rawa sagu yang akan menguji mental dan fisik kita selama beberapa hari. Dan satu-satunya obat untuk melepas rasa lelah adalah ketika melewati beberapa sungai-sungai kecil dengan aliran air berwarna kuning. Walaupun demikian airnya sangat sejuk sehingga bisa digunakan untuk mandi atau mengambil persediaan air untuk perjalanan. Menurut beberapa sumber mengatakan aliran sungai yang berwana kuning pekat bahkan sampai hitam dikarenakan didaerah tersebut banyak tersimpan kandungan batu bara.
Lumbung sagu masyarakat Kombay
Sepanjang jalan Anda akan menemukan satwa-satwa yang tidak pernah Anda lihat sebelumnya, seperti burung Urip atau Nuri Papua, kasuari, serangga hutan, kupu-kupu hutan dan bahkan burung kakatua dan cendrawasih berkeliaran bebas di hutan tersebut. Yang penting dan harus kita waspadai adalah serangga-serangga yang berbahaya seperti lalat babi dan nyamuk malaria.
Tetapi semua itu akan terbayarkan jika kita sudah berhasil menuju kampung suku korowai dan tinggal bersama mereka di rumah pohon untuk beberapa lama. Rasa yang tidak  bisa di ucapkan dengan kata-kata. Ketika Anda sudah berada di rumah pohon, 'lautan' hutan yang hijau dan awan yang biru akan membuat anda ingin lebih lama tinggal di rumah pohon. Dari ketinggian puluhan meter di atas tanah, Anda dapat melihat dengan jelas hutan Papua yang lebat dan indah. Mungkin, bisa dibilang Anda sedang melihat sebagian 'paru-paru' Dunia.
Kadang kita harus berkaca pada kehidupan Suku Korowai tentang keseimbangan antara alam dan kehidupan manusia. Bertamu ke rumah pohon Suku Korowai, akan menambah kekayaan pada diri Anda tentang ilmu dan kesadaran mencintai alam, karena mereka punya pelajaran tentang kecintaan terhadap alam.

Tidak ada komentar: